Laman

Sabtu, 27 Oktober 2012

KEMATIAN 1


Malam selepas isya, aku lihat dilangit tidak ada cahaya bulan. Ada perasaan aneh yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya, aku merasa takut, merasa
sunyi dan merasa akan terjadi sesuatu pada diriku. Dalam kelelahan, itu tiba-tiba penyakit yang telah lama kuderita seakan-akan datang mendekap tubuhku. Aku tak dapat berbuat apa-apa, selain meminta kepada seluruh keluargaku untuk berkumpul dan menemaniku malam itu. Karena aku merasa..., bahwa malam itu adalah malam yang terakhir bagiku untuk mengembara di muka bumi ini. Dengan sisa-sisa keberanian yang masih ada, aku tatap wajah lembut istriku, dan aku tatap wajah polos kedua anaku. Setelah itu, barulah aku berkata kepada mereka; “Ketahuilah... bahwa kehidupan kita di muka bumi ini, pada hakekatnya merupakan sebuah perjalanan amanah, yang tidak sedetik waktupun bisa terlepas dari pengamatan Allah Adzawajallah. Saat ini kita tidak tahu, sudah sejauh mana kaki kita melangkah. Saat ini kita tidak menyadari, sudah dimana kaki kita berpijak. Dan saat ini kita tidak mengerti, tinggal berapa langkah lagi kita memasuki pintu gerbang kematian kita sendiri”.
Mendengar kata-kata itu anak-anak dan istriku langsung menangis. Istriku yang selama ini aku manjakan dengan erat mendekap tubuhku, sedangkan kedua anaku secara bergantian menciumi kedua pipiku. Aku mengerti perasaan mereka, walaupun mereka tidak mengerti apa-apa yang aku rasakan. Dan dengan harapan yang masih tersisa, aku lanjutkan perkataan yang belum selesai, “kalian bagiku adalah amanah. Dan amanah itu baru dapat aku tanggalkan ketika aku dipaksa untuk keluar dari rongsokan tulang dan daging yang selama ini aku tempati. Dan aku rasa...malam ini aku harus mananggalkan amanah itu... maafkan bapak nak, maafkan bapak mah. Hanya sebatas itulah kemampuan bapak didalam mengemban amanah yang telah diberikan oleh Allah kepada bapak
Tangis anak-anak dan istriku semakin menjadi. Sementara aku yang terbaring lemah, hanya mampu menasehati agar mereka tabah jika malam itu aku arus pergi meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. Kematian merupakan sesuatu hal yang mutlak harus dilewati oleh seluruh yang berjiwa. Aku harus merelakan semua itu terjadi, karena memang aku tidak memiliki kemampuan untuk menolaknya.
Ketika nafas hanya tinggal sedada, terbayang dalam ingatanku kisah Abu Khurairah r.a yang menangis tersedu-sedu ketika Ia akan menghembuskan nafas yang terakhirnya. Saat itu sahabat Abu Khurairah bertanya, “wahai Aku abu Khurairah, apa gerangan yang membuat engkau menagis?”. Abu Khurairah menjawab, “sungguh kematian itu merupakan pintu gerbang untuk melakukan perjalanan yang teramat panjang, sedangkan bekal yang aku kumpulkan selama ini hanyalah sedikit saja. Bagaimana aku dapat hidup tenang di alam sanah” jawab Abu Khurairah seraya menatap kearah teman-temannya.
Demi Allah wahai Tuhan, cerita itu memang bukan sandaran bagi hamba untuk mengarungi kehidupan ini. Tapi...jika Abu Khurairah saja yang tercatat dalam lembaran sejarah kesucian umat Islam sudah sedemikian takut menghadapi kehidupan setelah mati. Apalagi dengan aku yang berlumuran dosa.
Dalam kepekatan mata yang semakin kabur, disaat istriku dengan tulus melantunkan ayat-ayat Allah disamping kananku, dan kedua anaku dengan ikhlas mengumandangkan ayat-ayat illahi disamping kiruku, serta suara gemuruh surat Yasin yang dibaca oleh orang-orang yang mengerumuniku. Tiba-tiba aku lihat ada sesosok manusia datang menghampiriku. Ia melangkahi sanak saudaraku, ia melewati istri dan anak-anaku, kemudian dengan tenang ia duduk dihadapanku dan berkata ; Hendra... aku adalah malaikat maut yang diutus Allah untuk menjemputmu. Kamu tidak akan bisa lari dariku, walaupun seluruh manusia yang ada ditempat ini tidak menghendaki kehadiranku”
Ingin rasanya aku menghindari mahluk yang perkasa itu, aku ingin berlari dan berteriak menyampaikan kepada semua orang yang ada ditempat itu. Namun entah mengapa semua itu tidak mampu aku lakukan, aku hanya menangis dan berteriak memohon pertolongan dari Tuhan, dan dengan cepat mahluk itu mengambil aku dari tubuhku, diiringi dengan ucapan  innalillahi wa inna illahi rojiun” dari orang-orang yang menyaksikan aku telah keluar dari tubuh itu.
Aku melihat istriku menangis tiada henti, aku lihat kedua anaku memeluk erat tubuhku yang telah aku tinggalkan, dan aku lihat sanak saudaraku ikut menangis seraya mendoakan kepergianku. Ingin rasanya aku membelai rambut isriku yang selama ini telah terbukti kesetiaannya padaku,.mendampingiku kala sedih dan bahagia, menyiapkan makanan yang aku sukai, dan menjadi penyejuk hati manakala aku terjebak dalam persoalan hidup. Ingin rasanya aku mendekap tubuh kedua anaku yang terus menangis tak mau aku tinggalkan, kedua anak manusia yang akan melanjutkan garis keturunanku. Kedua anak manusia yang mampu menghilangkan rasa lelah manakala aku terikat oleh banyaknya aktivitas kehidupan dunia. Namun aku tak mampu, melakukan itu. aku hanya bisa memandangi mereka, dengan luka yang tidak pernah aku rasakan sebelum ini.
Sambil menangis aku saksikan tubuhku dimandikan oleh keluargaku. Sambil meratap aku lihat tubuhku dibungkus oleh kain putih yang teramat bersih. Dan dengan kehampaan aku tatap orang-orang mensolatkanku di mesjid yang biasa aku gunakan shalat sebelumnya. Ingin rasanya aku kembali masuk kedalam tubuh yang telah kaku itu, namun apa daya aku tak kuasa, karena hak aku untuk menempati rongsokan tulang dan daging itu sudah berakir tatkala Allah mengutus sang malaikat maut-Nya. Yang membuat aku merasa tenang saat itu adalah ketabahan istriku, dan keiklasan kedua anakku, yang walaupun kedua matanya telah bengkak oleh air mata, namun hati dan bibirnya tanpa putus mengagungkan nama Allah, dan meminta-Nya untuk menempatkanku dikehidupan yang baik.
Gemuruh suara tahlil mengantarku memasuki sebuah ambulan putih, kemudian ambulan itu melaju dijalanan aspal yang hitam. Aku dipaksa menuju kesebuah tempat, yang selama ini menjadi tempat aku merenung dan menghantar jika ada keluarga atau sahabat yang telah mati.
Dikuburan yang aku takutkan, nampaklah sebua lubang yang telah disiapkan sebelumnya, aku berteriak tatkala tubuhku dimasukan ke lubang itu, kemudian aku ditutup beberapa papan yang menakutkan. Orang-orang tak ada yang mendengar teriakanku yang meminta mereka untuk tidak menutupi tubuhku dengan tanah merah yang ada diatasnya. Aku lihat istriku menatapku untuk yang terakhir kalinya, anaku yang perempuan memegang erat tubuh istriku yang lemah, sedangkan anaku yang laki-laki dengan tegar mengumandangkan suara adzan di telingaku, walaupun suaranya merdu, namun aku menangkap ada tangisan diantara napas yang ia rasakan. Taklama berselang, orang-orang menurunkan tanah merah kearah tubuhku, kemudian mengeraskannya dengan injakan-injakan lembut, hingga aku kini tidak mampu melihat lagi cahaya matahari, karena yang aku lihat hanyalah kegelapan yang sangat pekat, jangankan untuk melihat orang lain, untuk melihat jari jemariku saja mataku tak mampu.
Kini aku betul-betul yakin, bahwa janji Allah itu benar, kematian itu memang akan datang, dan kita masih hidup ketika orang-orang mengatakan kita telah mati. Aku sendirian di tempat gelap, diantara tumpukan tanah merah bertabur bunga. Aku berteriak ketakutan, sementara orang-orang malah pergi meninggalkanku, hingga tiba-tiba hp yang ada di saku bajuku berdering keras. Dan....ternyata deringan itu berasal dari istriku yang mengirim pesan  Yang Maha Sempurna telah menciptakan yang sempurna. Yang Maha Perkasa telah menciptakan yang perkasa, Selamat Ulang Tahun, pah,, papah sedang apa sekarang?”
Aku tersenyum dan bersyukur kepada Allah, karena ternyata kejadian itu hanyalah perjalanan jiwa saat Allah sedang mendidik hamba-hamba-Nya. Aku masih mampu membelai lembut rambut istriku, aku masih dapat bercengkrama dengan kedua anaku, dan aku masih bisa membalas sms dari istriku tadi.

. “Aku tak ingin melangkah dalam kegelapan  malam seperti malam itu, tapi aku ingin melangkah dalam terangnya siang  seperti pada waktu siang ini.
Di akhirat memang tidak ada cahaya matahari, tapi aku yakin, cahaya yang lebih kemilau akan menyinari jalan bagi setiap hamba yang dicintai-Nya.
Dialah Allah yang telah menciptakan seluruh cahaya. Cahaya di bumi dan di langit, serta cahaya di akhirat yang akan kita lewati nanti.

Tidak ada komentar: