Pada sebuah senja di pinggir pantai Pelabuhan Ratu,
diantara
temaran sinar matahari yang berwarna kuning keemasan. Duduklah
sepasang anak muda yang bernama Dara dan Raka. Mereka saling membagi cinta,
membagi kasih dan membagi sayang. “Kak, diantara perempuan yang ada, siapakah
yang paling kakak sayangi?” tanya Dara sambil memandang kearah Raka, “sudah tentu kamu adiku” jawab raka
sambil membalas tatapan lembut bola mata kekasihnya. Dara tersenyum puas,
kemudian berkata dengan suara datar, “menurut
kakak, siapakah adik ini” tanyanya sambil menunduk penuh harap. “adik adalah tulang rusuk kakak yang dulu
hilang” jawab Raka seraya memandangi sinar matahari yang akan tenggelam. “tatkala Adam tertidur pulas, dan Tuhan
memahami bahwa Adam tidak akan mampu hidup sendirian, maka Tuhan mengambil
salah satu tulang rusuk Adam, kemudian Tuhan jadikan dengan tulang rusuk itu
seorang perempuan yang bernama Hawa. Adam merasa tenang mengarungi hidup ini,
karena disampingnya kini telah ada seorang perempuan yang menyayanginya. Sejak
saat itu, setiap laki-laki akan terus mencari tulang rusuknya, dan bagi kakak
kali ini, tulang itu telah kakak temukan” lanjut Raka panjang lebar.
Singkat cerita, Dara dan Raka bersatu dalam suatu
ikatan tali pernikahan. Awalnya Dara merasa tenang dibawah perlindungan Raka,
dan Rakapun merasa damai berada didalam belaian kasih Dara. Namun sayang
kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama, pasangan muda itu mulai tenggelam
dalam kesibukannya masing-masing. Hidup mereka menjadi terasa membosankan, dan
kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai melupakan impian serta harapan
yang dulu mereka ikrarkan di sebuah senja Pelabuhan Ratu. Mereka mulai
bertengkar, dan pertengkaran itu dari hari kehari menjadi semakin panas. Bakan
pada suatu hari, tepatnya disebua akhir pertengkaran mereka, Dara lari keluar
dari rumah sambil terus memaki-maki suaminya. Saat tiba diseberang jalan, Dara
mendengar terikan Raka memanggilnya, “Dara,
pulang Dara, malu sama tetangga” teriak Raka dari seberang jalan. “tidak, saya tidak mau pulang, ceraikan saja
saya kak” jawab Dara setengah emosi. “jangan
Dara, jangan. Biar bagaimana kamu adalah tulang rusuk aku” kata Raka
menenangkan emosi Dara.
Dara sebenarnya sangat mencintai Raka, namun ia
tidak menyukai sifat kekurang dewasaan suaminya itu, dengan spontan ia berkata,
“saya sangat menyesal menikah dengan
kakak, saya bukan tulang rusuk kakak” kata Dara penuh emosi. Mendengar kata-kata itu Raka terdiam,
tubuhnya lemas bagai tiada daya, seakan-akan ia tidak mempercayai apa-apa yang
barusan ia dengar. Darapun sangat menyesali kata-kata itu keluar dari mulutnya,
namun bak ibarat pepatah air yang sudah tertumpah, ucapan itu sudah tidak
mungkin untuk ia jilat kembali.
Dengan berlinang air mata Dara kembali kekamarnya,
ia kemasi seluruh barang-barangnya, kemudian berkata kepada suaminya, “kalau aku bukan tulang rusuk kakak, lebih
baik aku pergi, aku minta cerai, dan silahkan kakak mencari tulang rusuk kakak
yang belum ketemu, dan sayapun akan mencari tempat asal tulang rusuk saya”
kata Dara sambil meninggalkan suaminya.
Lima tahun setelah mereka bercerai, Dara tidak
pernah menikah lagi, tetapi ia terus mencari tahu tentang kehidupan Raka. Raka
pernah tinggal di Surabaya, menikah dengan perempuan lain dan bercerai kembali.
Kini Raka kembali ke Jakarta, Dara tahu informasi itu, Ia merasa kecewa, karena
Raka tidak pernah diberi kesempatan untuk kembali kedalam dekapan Raka.
Pernah dalam suatu musim liburan, dia datang ke
pantai Pelabuhan Ratu. Ada perasaan sakit didalam dadanya, terlebih pada waktu
ia melihat matahari tenggelam, menatap deburan ombak, dan menyaksikan burung
camar terbang rendah diantara awan yang kian menghitam. namun Ia tidak sanggup
untuk mengakui, bahwa sakit itu merupakan kerinduan terhadap Raka.
Pada suatu hari mereka bertemu di airport, dimana
ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan. Mereka dipisahkan oleh sebuah
dinding pembatas kaca. Mata mereka seakan tak saling mau melepas, berpandangan
dalam gejolak rasa ingin saling melepas rindu. Tidak ada yang berubah pada gaya
Raka, yang berubah hanyalah Raka kini sudah bukan miliknya lagi. “halo, apa kabar dik?” tanya Raka sambil
mendekati Dara. “Alhamdulillah, kakak
bagaimana?” kata Dara balik bertanya, “Alhamdulillah
juga” jawab Raka sambil tersenyum. “o
iyah, kakak sudah menemukan tulang rusuk kakak yang hilang” tanya Dara
terasa berat, “ngg... belum, adik mau
kemana” kata Raka balik bertanya, “medan,
kakak?” jawab Dara, “kakak mau ke
Bali, o iyah, kapan pulang?” kata Raka seraya menatap ke arah Dara. “hari minggu, memangnya kenapa?” kata
Dara seperti enggan bertatap muka dengan Raka.
“kalau begitu, kakak akan tunggu
adik di tempat ini. Itu juga kalau diperbolehkan. Nomor HP nya berapa?”
kata Raka membuat suasana hati Dara
berbunga-bunga. “Nomor HP adik tidak ada
yang berubah” jawab Dara singkat. “Ok
kalau begitu kakak duluan yah, good bye, kamu adalah tulang rusuk kakak”
kata Raka mengakhiri percakapan mereka. Dara tersenyum manis lalu menjawab
salam Raka, “good bye, kakak juga tempat
tulang rusuk adik”.
Hari minggu ditempat yang sama, sudah satu jam Dara
menunggu Raka, ia gelisah, dan mencoba menghubungi nomor HP Raka. Namun betapa
terkejutnya Ia saat menerima jawaban dari HP Raka, ternyata yang mengangkat HP
itu adalah ibu Raka, dan mengabarkan bahwa Raka telah meninggal karena
kecelakaan di Bali.
Senja itu di Pelabuhan Ratu, Dara merasa ada yang
sakit dalam hatinya, perasaan itu lebih sakit dari hari-hari sebelumnya, dan
saat itu Dara merasakan, bahwa sakit itu berasal dari tempat tulang rusuknya
yang telah tiada, “kak, adik ikut kak” kata Dara sambil menatap kearah mata
hari senja yang telah tenggelam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar